Friday, April 21, 2017

Kartini dan Remaja Masa Kini

Setiap tanggal 21 April, di Indonesia kita mengenal hari peringatan kelahiran RA. Kartini. Kenapa sih, dari sekian banyak pahlawan wanita, kok cuma RA Kartini saja yang di peringati hari lahirnya?

Kartini adalah pahlawan wanita, tepatnya pahlawan remaja wanita. Beliau meninggal pada usia yang masih belia, 25 tahun.

Dengan akses yang terbatas dan usia yang masih sangat muda, Kartini sudah melakukan perubahan dalam kebiasaan dan adat istiadat, serta pandangan hidup dalam masyarakat. Apa yang seharusnya bisa dilakukan oleh remaja Indonesia masa kini.

Dengan akses yang tidak terbatas dari media sosial, televisi, google dan sebagainya, seharusnya lebih banyak yang bisa dilakukan oleh para remaja.

Sedikit cerita mengenai Raden Ajeng Kartini, lahir di Jepara pada tanggal 21 April 1879. Putri dari bangsawan R.M. Sosroningrat, yang adalah Bupati Jepara dan M.A. Ngasirah, yang merupakan anak dari seorang guru agama  di Telukawur, Jepara.

Ibu M.A Ngasirah bukanlah seorang bangsawan. Maka sesuai peraturan kolonial Belanda, dimana Bupati harus menikah dengan bangsawan juga, maka ayah Kartini menikah lagi dengan Raden Adjeng Woerjan, putri dari Raja Madura.

Kartini adalah anak ke 5 dari 11 bersaudara, baik saudara kandung maupun saudara tiri. Tetapi Kartini adalah anak perempuan tertua.
Sebagai seorang bangsawan, RA Kartini berhak memperoleh pendidikan. Maka ayahnya menyekolahkan Kartini ke ELS (Europese Lagere School) hingga berusia 12 tahun.Setelah itu Kartini harus tinggal di rumah, karena sesuai dengan kebiasaan pada waktu itu dimana anak perempuan harus dipingit. 

Sebagai seorang remaja, Kartini sama sekali tidak patah semangat. Diam di rumah bukan berarti berhenti belajar.

RA. Kartini yang fasih berbahasa Belanda aktif menulis (korespondensi) dengan temannya yang berada di Belanda. Karena sering membaca surat kabar dan majalah kebudayaan Eropa,  Kartini mulai tertarik dengan pola pikir masyarakat disana dan mulai menyuarakan aspirasinya. Beliau berusaha memajukan perempuan pribumi yang jauh tertinggal atau yang memiliki status sosial yang rendah.

Kartini banyak membaca buku-buku berbahasa Belanda. Salah satunya buku sastra terkenal karya Multatuli (nama pena yang digunakan penulis Belanda Eduard Douwes Dekker) yang berjudul Max Havelaar. Buku ini membeberkan secara jelas tentang sistem tanam paksa di daerah Lebak, Banten.

Kartini yang senang membaca memperoleh banyak pengetahuan luas terutama soal ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Dari situlah beliau mulai menaruh perhatian pada kondisi sosial wanita pribumi yang mengekang kebebasan perempuan.

Cita-cita Kartini adalah ingin melihat perempuan pribumi dapat belajar, seperti sekarang. Selain tentang Keagamaan, beliau juga banyak menulis tentang kemanusiaan, keindahan, kebijaksanaan dan kebangsaan.

Masa muda Kartini dihabiskan dengan mengajar teman-temannya sesama perempuan dan memperjuangkan emansipasi atau persamaan hak wanita pribumi.

Kartini menikah pada usia 24 tahun dengan K.RM. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat, seorang Bupati Rembang yang telah memiliki tiga orang anak. Perjuangan RA. Kartini belum berakhir. Atas persetujuan suaminya beliau mendirikan sekolah wanita pertama. Setahun kemudian, beberapa hari setelah kelahiran anak pertamanya, yang bernama Soesalit Djojoadhiningrat, tepatnya pada tanggal 17 September 1904, RA Kartini meninggal dunia. Beliau dikebumikan di Desa Bulu, Kabupaten Rembang.

Kartini adalah remaja yang tangguh, mau belajar dan berani menyuarakan perubahan yang positif untuk kaumnya. Beliau mulai menulis dan berkarya justru selagi muda, Selagi energi masa mudanya masih membara. Sebagai remaja, beliau sudah banyak membuat perubahan. Berkat Kartini, sekarang para wanita bisa mengenyam pendidikan, bahkan bisa duduk dalam pemerintahan sejajar dengan kaum pria.

Sebagai wanita penerus Kartini, Apa yang sudah kita lakukan untuk Bangsa dan Negara kita? Apa yang sudah kita lakukan buat keluarga?

Jadilah Kartini-Kartini masa kini yang tidak layu sebelum berkembang, tidak patah sebelum berdiri tegak, dan tetap maju walaupun banyak tekanan.

Bukan remaja yang bermental tempe, mudah patah semangat dan menyia-nyiakan waktu saja. Kartini mulai menulis untuk memajukan kaumnya, disaat usianya masih remaja. Jadi, buat para remaja yang sekarang mulai suka menulis seperti adik-adik yang bergabung dalam komunitas #RGDN-Remaja Gaul Doyan Nulis, jangan patah semangat. Kartini yang aksesnya terbatas saja pada jaman dahulu, bisa membuat perubahan yang bisa mengubah adat dan kebiasaan Bangsa Indonesia, apalagi remaja sekarang yang sudah dimanjakan dengan tekhnologi canggih seperti google, youtube dan media sosial lainnya.

Ayo bangkit... Buat perubahan... Dan jadilah berarti untuk sesama


Selamat Hari Kartini


2 comments: