Tuesday, May 9, 2017

Kacang Merah Esau dan Ahok

"... Agama harus menjaga kita daripada berbuat dosa, tetapi berapa banyak dosa diperbuat orang atas nama agama itu..." -RA Kartini

Dari kemarin liat media sosial bawaannya ingin nangisss terus. Apalagi hari ini di Metro Tv, liat begitu banyak orang nangis karena pahlawannya, Bapak Basuki Tjahaya Purnama harus di vonis 2 tahun penjara. Ada apa dengan negara ini?

Bapak gubernur Basuki Tjahaya Purnama (Ahok) adalah seorang yang terkenal tegas dalam memberantas korupsi. Pembawaannya yang tidak bisa berbasa basi pada kecurangan, dan kemarahannya yang meluap-luap saat berhadapan dengan para koruptor adalah ciri khasnya.

Bagi saya pribadi, kemenangan atau kekalahannya dalam pilkada tidaklah membawa pengaruh apa-apa. Jakarta memang Ibu Kota negara Indonesia, tetapi para pemimpinnya adalah manusia biasa. Sudah berapa banyak pejabat yang menjadi gubernur di Kota Jakarta, tapi tidak ada yang menunjukkan prestasi sehebat Pak Ahok. Selama ini Jakarta terkenal dengan sampah, kemiskinan dan banjir.

Saya pernah hidup di pinggiran kota Jakarta. Tidak ada yang berpengaruh dengan pergantian gubernur. Keluarga kami tetap saja berhutang ke toko sebelah. Hehe.... Sekolah kami juga tetap seperti itu, jalan raya yang kami lewati juga tetap sama. 

Tapi sekarang, saya bukan lagi melihat Jakarta sebagai kota kumuh. Jakarta yang sekarang adalah kota mewah dengan gedung-gedung pencakar langit yang megah, sungai yang bersih, sedikitnya kasus banjir dan masyarakat kecil yang bahagia. 

Semua itu tidak terlepas dari Bapak Ahok, yang membawa kota Jakarta menjadi kota yang indah dan kembali menjadi kota impian. Kekaguman saya kepada Pak Ahok semakin bertambah karena dengan dana operasionalnya, beliau tidak segan membangun tempat ibadah umat muslim, membuat pegawai kecil di masjid bisa menikmati umroh, dan memberikan upah yang cukup lumayan untuk para pekerja kasar, yang dikenal dengan warna pakaian yang dikenakan. Pasukan Oranye, dan Pasukan Biru.

Terlepas dari agama dan keturunan apa beliau tetaplah seorang anak bangsa yang sudah ikut membangun negeri ini. Prestasi yang dicapainya dalam dua tahun tentu saja tidak bisa disandingkan dengan para gubernur lain yang sudah menjabat selama 5 tahun, apalagi dengan Bapak Ali Sadikin, yang menjabat selama 10 tahun, (1977-1988). 

Tetapi, dengan sebuah kalimat surat Al Maedah yang saya juga tidak mau bahas disini isinya, Bapak Ahok harus rela dijatuhi vonis penjara 2 tahun.

Lucunya, saya merasa terusik. Karena disini saya melihat adanya ketidak adilan dengan sangat jelas yang dibiarkan merajalela. Siapapun yang tinggal di Indonesia, memiliki KTP dan Paspor Indonesia adalah warga negara Indonesia. Apalagi memang lahir dan makan di Indonesia. Sebagai warga negara Indonesia, apapun yang kita lakukan adalah untuk memajukan negara Indonesia. Kita bekerja dan belajar untuk bangsa Indonesia, bukan untuk memberi kekayaan kepada negara lain. Betul, diantara kita ada warga keturunan China, Arab, India, Amerika, Pakistan, Turki, Malaysia, ataupun dari negara mana saja. Tapi, sebagai warga negara Indonesia, kita lahir, dibesarkan dan mati untuk Indonesia. Sekali lagi, INDONESIA, bukan negara nenek moyang kita. Bagi yang pernah bersekolah, tentu pernah mendapat pelajaran sejarah bangsa kita, bukan? Tentu sudah tahu siapa nenek moyang kita. Ya, menurut sejarah, nenek moyang bangsa Indonesia adalah dari benua Asia, Yunann di China selatan. Begitupun agama di Indonesia, Jadi jangan lagi mempersoalkan turunan dan agama. Bukankah kita semua juga tahu kalau Indonesia dulu terkenal dengan paham Animisme dan Dinamismenya?

Sebagai umat kristiani, saya sudah terbiasa dijuluki kafir, dan ucapan yang menghina untuk kepercayaan kami, Yesus Kristus atau Isa Almasih. Tapi, saya tahu bukan kapasitas saya untuk marah. Bukan saya yang sedang dihina, tapi Tuhan yang menciptakan saya yang sedang dihina. Jadi apapun yang saya lakukan tidak akan menambah pahala saya di surga, ataupun menambah dosa saya. Saya hanya manusia biasa, urusan kemanusiaan, adalah urusan saya, tapi yang berhubungan dengan pencipta, itu adalah urusan Yang Maha Kuasa.

Hari ini saya membaca renungan pagi, kisah Esau dan Yakub. Bagi yang beragama nasrani mungkin sudah hapal isi dan inti cerita ini. Esau, kakak Yakub yang suka berburu, suatu hari pulang dengan perut lapar. Dia melihat Ibunya yang sedang memasak sup kacang merah. Ketika dia meminta sup itu dari ibunya, Ibu Esau mau memberikannya asal ditukarkan dengan hak kesulungan. Esau yang hanya memikirkan perutnya tidak tertarik dengan hak kesulungan. Padahal, hak kesulungan adalah sesuatu hal yang patut di perjuangkan. Hak kesulungan adalah berkat Tuhan. Dengan hak kesulungan Yakub memperoleh berkat dari ayahnya melebihi apa yang akhirnya didapat oleh Esau.

Saya sendiri tidak tahu apakah berkat kesulungan pada zaman ini masih berlaku atau tidak. Karena pada zaman Esau dan Yakub, untuk memperoleh berkat dari ayahnya mereka harus memiliki ritual khusus. Berkat untuk anak sulung bukan diperoleh dengan cuma-cuma, tapi melalui sebuah proses yang melibatkan kedua orang tua juga. 

Kembali ke pilihan Esau, hari ini juga terjadi di negeri kita tercinta Indonesia. Sebagai salah seorang penentu nasib, hakim yang adalah manusia biasa juga harus memilih apa yang terbaik bagi bangsa ini. Semua pilihan memiliki konsekwensinya. Mana yang lebih penting. Penyesalan selalu datang terlambat. Karena kalau datang duluan itu namanya proposal. ^_^ 

Apapun keputusannya, kita hanya bisa mendoakan semua yang terbaik bagi bangsa ini. Selamat mengemban tugas sebagai pelayan masyarakat buat Bapak Anis dan Bapak Sandiaga Uno, buktikan bahwa kami tidak salah pilih memilih Anda. Buat Bapak Ahok, Tuhan tidak tidur. Doa kami selalu mengiringi langkahmu, biarlah Tuhan menguatkan hati dan semangatmu. Terimakasih untuk semua yang sudah Bapak lakukan bagi kota Jakarta, bagi bangsa ini.

"... Tubuh boleh terpasung, tapi jiwa dan pikiran harus terbang sebebas-bebasnya..." - RA. Kartini




No comments:

Post a Comment